Itsar (Mendahulukan Orang Lain), Mutiara Akhlak Yang Telah Hilang

Hal yang terindah dalam hidup kita adalah kita dipertemukan dengan saudara-saudara kita yang mencintai kita dan kita pun mencintai mereka. Hati kita dengan mereka saling bertaut untuk menegakkan Islam. Ini adalah nikmat, dan tiadalah nikmat ini kecuali harus saya syukuri dan berharap agar Allah swt senantiasa merahmati persaudaraan kita sampai Allah memanggil kita keharibaan-Nya.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah pada uswah kita Rasulullah Muhammad saw, keluarga dan umatnya sampai akhir zaman.

Sayyidina Ali Bin Abi Thalib menyampaikan :
عَلَيْكُمْ بِاالْإِخْوَانِ، فَإِنَّهُمْ عُدَّةٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، أَلاَ تَسْمَعُ إِلَى قَوْلِ أَهْ
لِ النَّارِ : فَمَالَنَا مِنْ شَافِعِيْنَ.وَلاَصَدِيْقٍ حَمِيْمٍ

“Hendaklah kalian mempunyai teman, karena teman itu “bekal” di dunia dan akhirat. Tidakkah kalian
dengar keluhan penghuni neraka ; “Tidak ada penolong bagi kami, tidak pula seorang sahabat karib.” (QS. Asy Syu’ara : 100 – 101)

Salah satu kriteria teman yang baik yang akan memberikan manfaat dunia dan akhirat adalah teman yang lebih mengutamakan kepentingan teman lain dari pada dirinya sendiri. Sifat ini kita kenal dengan istilah Itsar (memberikan sesuatu kepada orang lain padahal dia sendiri membutuhkannya).
Allah swt berfirman :

“Dan orang-orang yang telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran darinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Al-Hasyr: 9)

Rasulullah saw bersabda :
عَنْ أَبِي مُوسَ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ الْأَشْعَرِيِّيْنَ إِذَا أَرْمَلُوْا فِي الْغَزْوِ أَوْ قَلَّى طَعَامُ عِيَالِهِمْ بِالْمَدِيْنَةِ جَمَعُوْا مَا كَانَ عِنْدَهُوْ فِيْ ثَوْبٍ وَاحِدٍ ثُمَّ القْتَسَمُوْهُ بَيْنَهُمْ فِي إِنَاءٍ وَاحِدٍ بِاالسَّوِيَّةِ فَهُمْ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ. (متفق عليه)

Dari Abu Musa Al-Asy’ari RA bahwa Rasulullah saw bersabda : Jika kaum Asy’ariyun kehabisan perbekalan dalam perang atau menipis, atau persediaan pangan untuk keluarga mereka di Madinah tinggal sedikit, mereka mengumpulkan pangan yang masih tersisa dalam satu kain, kemudian dibagi-bagikan diantara mereka dalam satu wadah lalu membaginya sama rata di antara mereka. Mereka adalah bagian dariku dan aku adalah bagian dari mereka.” (Muttafaqun alaihi)

Dalam keadaan perang wahai saudaraku para sahabat mampu menahan keinginan masalah makan yang mungkin sepele karena kita tidak di uji kelaparan seperti mereka, bayangkan posisi masing masing sahabat membawa senjata kalau tidak kuat menahan nafsu (makan) bisa jadi saling membunuh hanya karena makanan. Tapi tidak demikian generasi terbaik ummat ini. Kalau kita …… (berebut makan padahal masih bisa beli sendiri / di rumah pun ada tapi tetap berebut makanan misalnya )

• Orang yang mengutamakan orang lain atas dirinya sendiri telah mencapai tingkat derajat kemanusiaan yang tertinggi.
• Perlakukanlah semua orang dengan adil dan proporsional, tapi perlakukanlah sesama mukmin dengan lebih mengutamakannya.
• Ada salah seorang sahabat yang kedatangan seorang tamu, kemudian sahabat tersebut bertanya kepada istrinya, “Apakah kamu memiliki sesuatu untuk menjamu tamu. Istrinya pun menjawab, “Tidak ada, hanya makanan yang cukup untuk anak-anak kita”. Lalu sahabat tersebut berkata, “Sibukkanlah anak-anak kita dengan sesuatu (ajak main), kalau mereka ingin makan malam, ajak mereka tidur. Dan apabila tamu kita masuk (ke ruang makan), maka padamkanlah lampu. Dan tunjukkan kepadanya bahwa kita sedang makan bersamanya. Mereka duduk bersama, tamu tersebut makan, sedangkan mereka tidur dalam keadaan menahan lapar. Tatkala pagi, pergilah mereka berdua (sahabat dan istrinya) menuju Rasulullahshallallahu’alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memberitakan (pujian Allah Ta’ala terhadap mereka berdua), “Sungguh Allah merasa heran/kagum denganperbuatan kalian berdua terhadap tamu kalian). maka Allah menurunkan ayat (QS. Al Hasyr ayat 9)” (HR Bukhari dan Muslim)

• Abu Hasan Anthalaqi bercerita bahwa pada suatu malam, ia bertemu dengan rombongan lebih dari 30 orang di dekat sebuah sumber air. Mereka sedang istirahat dan membuka bekal mereka yang ternyata tinggal beberapa potong roti yang tidak cukup untuk semua anggota rombongan. Maka roti itu mereka potong potong, kemudian duduk bersama untuk makan seadanya dalam keadaan obor dimatikan. Setelah beberapa saat obor dinyalakan ternyata roti itu masih utuh, tidak ada seorang pun yang mengambil karena setiap orang lebih mengutamakan temannya daripada dirinya sendiri.

Mari bermuhasabah bersama, pengorbanan yang manakah yang telah kita berikan kepada sahabat kita. Maka seyogyanya bila ada pembagian tugas maka kita akan ambil bagian yang berat bukan yang ringan, ketika membuat kesepakatan waktu maka ia akan mengutamakan kelonggaran waktu teman kita daripada dirinya sendiri, kalau ada jamuan makanan yang telah di sediakan maka ia akan mendahulukan temannya sebelum dirinya sendiri. Inilah latihan Itsar saudaraku dalam kondisi aman, nyaman tak kurang suatu apapun.

Yang benar semata mata hanya dari Allah dan yang salah tentu karena dangkalnya ilmu saya.
Billahi taufik wal hidayah, ridho wal inayah wassalamu’alaikum ….

#Kajian Ukhuwah Islamiyah (KUI)
Ditulis Oleh: al-Akh. Sa’id Musta’in
Diedit Oleh: Ust. Mas’ud Izzul Mujahid Lc
annajah.net